Kamis, 03 September 2009

MENGIMANI HADIST

Salamun-alaikum

Dari mana asalnya semua gerakan dan bacaan-bacaan dalam shalat? Dari mana umat Islam bisa mengenal tata-cara seluruh kegiatan ibadah serta ritualnya? Berdasarkan atas apa hukum-hukum sosial serta peribadatan umat Islam dibangun? Dan dari mana riwayat munculnya doa-doa serta wirid (tasbih, takbir dan takhmid) yang kita hidangkan setiap hari kepada Allah? Jawabnya sudah tentu adalah HADIST.

Apakah hadist merupakan kitab suci umat Islam? Bukan? Ah, yang bener? Di mana-mana juga yang namanya setiap unsur peribadatan dalam semua agama dijelaskan dan diambil dari kitab sucinya masing-masing. Masa hadist bukan kitab sucinya orang Islam, sih? Padahal, orang atheis saja punya “buku putih” dalam penentangan keyakinannya terhadap Tuhan. Jadi masa sih hadist gak bisa dianggap sebagai kitab sucinya umat Islam, kalau dalam kenyataannya hadist bisa menjelaskan dan menyempurnakan seluruh kegiatan beribadah agama kita? Atau kita semua salah ya kalau selama ini menganggap Al Qur’an sebagai kitab suci? Ah, yang mana sih yang bener? Katanya Al Qur’an itu kitab suci, kok dalam prakteknya malah hadist yang kelihatannya lebih berkuasa?

Trus sebenarnya hadist itu boleh diimani enggak sih? Nggak boleh? Really? Kenapa? Ohh, hadist tuh ternyata gak boleh diimani. Karena kata ulama-ulama kita, kyai-kyai kita, ustad-ustad kita dan seluruh pemuka agama umat Islam, kalo kita mengimani hadist, itu berarti kita menghancurkan bangunan keimanan umat Islam. Wow, aneh juga ya. Masa kita diwajibkan mengikuti semua instruksi hadist tanpa boleh mengimaninya? Tapi kan katanya hadist itu sunnah, tapi kok dalam prakteknya malah banyak wajibnya, dan akan berdosa jika meninggalkan perintahnya (perintah hadist maksudnya)? Bingung ya? Kami yakin, kita semua jadi sama linglung dan bloonnya dengan mereka-mereka yang beriman kepada hadist.

Mau bukti? Akan disebutkan berdosa tidak kalau kita melakukan teknik shalat atau gaya beribadat yang sesuai dengan Al Qur’an, tetapi berbeda dengan hadist? Pastinya begitu. Coba saja kalau kita tidak melakukan gerakan I’tidal (bangun dari rukuk), yang tidak diajarkan Al Qur’an tetapi diperintahkan hadist. Pastinya semua orang Islam akan mengecap orang bersangkutan dengan stempel aneh, lucu, sinting atau murtad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar