Kamis, 03 September 2009

AL-QUR'AN MENOLAK HADIST

Salamun-alaikum,

Alhamdulillah, hari ini ana bisa menyempatkan diri untuk mengisi blog yang sudah lama dicuekin. Maklum lagi sibuk sama urusan penerbitan. Rada ribet waktu kita tau kalau ternyata menerbitkan buku itu bukan hanya bicara tentang produksi, tetapi juga persoalan strategi marketing dan wilayah-wilayah pembeli potensial.

Well, ketika judul di atas dilaunching or broadcast ke hadapan auidiens, ternyata banyak sms dan telpon yang masuk menanyakan ketiadaan materi dari judul tersebut. Mereka secara terus terang (atau kasar malah) menanyakan nash atau argumen Al Qur’an yang secara jelas menentang keberadaan hadist. Mereka meminta pertanggungjawaban ana untuk mengungkapkan ayat-ayat Al Qur’an yang secara definitif dan eksplisit menerangkan hal tersebut.

Here are the answers :

Hal pertama yang ingin ana paparkan dalam memahami Al Qur’an adalah, bahwa Al Qur’an hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang berilmu, berakal, beriman, dan mempunyai keinginan keras untuk dapat mengerti (eagerness) Al Qur’an. Untuk keempat syarat tadi silakan antum sekalian mencari sendiri ayat-ayat yang mendukungnya (karena kalo ditulis di blog ini, sama aja ana gak ngasih encourage kepada antum semua buat belajar Al Qur’an secara mandiri). Tapi ini juga bukan berarti ana sudah memiliki keempat persyaratan tersebut secara paripurna. Uhh, masih jauh. Kita sama-sama sedang dalam fase pendidikan Tuhan kok.

Memang banyak di antara manusia yang memiliki kemampuan untuk memahami Al Qur’an, tapi ternyata tidak kurang juga dari mereka yang belum mampu “membacanya”. Membaca dalam arti yang jauh lebih luhur dari hanya sekedar mengutak-utik teks-teks belaka, tanpa “melihat” pada substansinya – isi yang tak terlihat dan tidak terbaca. Mungkinkah ada teks-teks Al Qur’an yang tak terlihat dan tak terbaca? Ada, yaitu konteks – yang bisa diartikulasikan ke dalam pengetahuan yang sangat luas, yaitu lahir dan batin. Konteks adalah bentuk-bentuk absurd dari universalisme, transendental dan metafisik, yang tidak bisa dipelajari hanya dari lingkungan dalam pesantren, majelis, rumah atau di mesjid saja – yang ruang hidupnya (lebensraum) serba terbatas.

Tidak aneh, kalau sebagian besar orang Islam di dunia ini yang mengaku sangat tahu mengenai kandungan Al Qur’an, tetapi masih berperilaku jahil dengan mengingkari isi teks-teksnya, menghianatinya, menyekutukannya, atau bahkan menambah-nambahkan pemahaman individual di dalamnya. Itu baru dalam wujud pengetahuan fisik dan minor, belum pengetahuan universialis yang sifatnya lebih visioner.

Terbukti sampai pada pada saat ini masih banyak para ulama, intelektual dan mufassir yang melihat isi Al Qur’an hanya berdasarkan pada konteks waktu atau pengkhususan yang terbatas, seperti kapan diturunkan ayat-ayatnya, dalam situasi apa, dan kepada siapa itu diturunkan. Sehingga yang terjadi kemudian adalah, kita membelenggu dan mengikat Al Qur’an yang lantas saja kehilangan daya “jelajahnnya” untuk menjelaskan, menerangkan, atau memerincikan segala sesuatu. Di satu sisi mereka menyanjung-nyanjung Al Qur’an sebagai kitab suci yang akan terus mempunyai relevansi terhadap masa depan, tapi di sisi lain mereka hanya bisa terpaku dan merasa menderita ketika membaca teks-teks Al Qur’an yang membicarakan soal umat-umat terdahulu – karena tidak mengerti dan merasa bosan.

Hasilnya bisa ditebak. Banyak celah dan ruang-ruang kosong yang bisa diisi oleh pemahaman dan pandangan-pandangan lain, yang sebenarnya tidak dibutuhkan Al Qur’an – karena tambahan-tambahan tersebut lebih banyak bersifat mengingkari dan menyekutukannya. Menyekutukan disini berarti meyakini sesuatu sebagai kewajiban-kewajiban mutlak untuk menaati dan menjalankannya tapi tanpa harus mengimani. Ini suatu absurditas dalam pengertian yang sangat tidak masuk di akal. Bagaimana suatu kewajiban-kewajiban yang tertuang di dalam hadist harus diyakini secara mutlak tanpa harus beriman kepadanya. Dengan asumsi bahwa, kalau kita mengimaninya berarti kita mengingkari keimanan kita secara total.

Hadist diakui sebagai sumber hukum Islam kedua selain atau setelah Al Qur’an. Hadist bersifat menjelaskan apa-apa yang tidak mampu dijelaskan Al Qur’an secara lebih spesifik. Hadist pun menerangkan segala sesuatu yang tidak dapat dijabarkan Al Qur’an supaya lebih dimengerti manusia akan maksud serta tujuannya. Dan dalam hadist pula dideskripsikan segala sesuatu yang tidak akan pernah bisa digambarkan oleh Al Qur’an. Alangkah hebatnya hadist, dan betapa lemahnya posisi Al Qur’an. Dan alangkah malunya kita sebagai umat Islam karena mempunyai kitab suci yang bisa disaingi oleh kitab yang tidak suci.

Silakan membelalakan mata, memangapkan mulut atau menggerutu, karena yang disampaikan ini bukan argumen ngawur yang asal njeplak dan tanpa dasar, melainkan suatu pemikiran kritis yang seharusnya dimiliki oleh setiap insan Islam yang ingin mendapat kebenaran sejati dari Kitab Sucinya.

Di bawah ini akan diberikan beberapa contoh hadist, yang materinya sangat bertentangan dengan esensi Al Qur’an – dan bahkan tidak ada di dalamnya.

1. Dari Abdurrahman bin Abd Al Qari, ia berkata, :
“Aku keluar bersama Umar bin Khatab menuju masjid pada suatu malam di bulan Ramadhan. Di sana kami menjumpai orang-orang berkerumun secara terpisah-pisah. Ada yang mengerjakan shalat sendiri-sendiri dan seorang yang lain shalat berjamaah (sekitar 10 orang). Kemudian Umar berkata, ‘Sesungguhnya aku berpendapat bahwa seandainya mereka disatukan pada satu orang qari (imam), pasti hal itu akan menjadi lebih baik. Keinginan Umar semakin kuat, sehingga ia mengumpulkan orang pada Ubay bin Kaab (untuk menjadi imam). Pada malam hari yang lain, aku keluar lagi bersama Umar, dan orang-orang mengerjakan shalat bersama imam mereka. Umar berkata, “Ini adalah sebaik-baik bid’ah, dan orang-orang yang meninggalkannya (yakni, orang-orang yang melakukan tarawih sendiri-sendiri) lebih utama daripada orang yang mengerjakannya (melakukan tarawih bersama).” Maksudnya akhir malam, sedangkan orang-orang yang melaksanakannya pada permulaan malam. (Mukhtashar Shahih Bukhari 2/986, karya Muhammad Nashiruddin Al-Albani).

Al Qur’an 11.18
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka dan para saksi akan berkata: "Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka". Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim.”

Pembahasan : Surat di atas yang mewakili beberapa surat lainnya (dengan redaksi yang mirip) sudah nyata menjelaskan bahwa setiap perbuatan bid’ah -- yang diistilahkan Allah dengan kalimat “membuat dusta terhadap Allah” – adalah dosa. Jadi jangan lagi berdalih bahwa suatu perbuatan itu diklasifikasikan sebagai bid’ah hasanah, bid’ah dholalah dan lainnya -- karena semuanya tertolak.

2. Dari Abdullah bin Abu Aufa, dia berkata, :
“Suatu ketika kami bepergian bersama Rasulullah, dan beliau saat itu dalam keadaan berpuasa. Ketika matahari terbenam, beliau bersabda kepada sebagian orang, ‘Wahai fulan, berdiri dan seduhlah untuk kami.” Dia menjawab, ‘Ya Rasulullah, bagaimana jika setelah tiba sore hari (di dalam riwayat lain: jika menunggu hingga sore hari tiba?’ Dalam riwayat lain; hingga matahari terbenam?”. Beliau bersabda ‘Pergilah, dan seduhlah untuk kami.” Dia menjawab, “Ya Rasulullah, bagaimana jika setelah tiba sore hari (di dalam riwayat lain: jika menunggu hingga sore hari tiba.’ Dalam riwayat lain: hingga matahari terbenam?) Beliau bersabda ‘Pergilah, berdiri dan seduhlah untuk kami.’ Kemudian dia berkata, ‘Sekarang masih siang.’ Beliau bersabda, ‘Pergilah, dan seduhlah untuk kami.’ Kemudian dia pergi, dan menyeduhnya untuk mereka (pada perintah Rasulullah untuk yang ketiga kalinya). Setelah dia menyeduhnya, Rasulullah lalu meminumnya. {Kemudian beliau berisyarat (dalam riwayat lain: menunjuk) dengan tangannya ke arah sana. Dalam riwayat lain: lalu beliau menunjuk dengan jari telunjuk tangannya ke arah timur}, seraya bersabda, ’Ketika kamu melihat malam datang dari arah sana, maka bagi orang yang berpuasa boleh berbuka.’” (Mukhtashar Shahih Bukhari 2/957, karya Muhammad Nashiruddin Al-Albani)

Al Qur’an 2.187
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka itu adalah pakaian begimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasamu itu sampai malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beritikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa.”

3. Dari Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abu Mu’aith & Ibnu Syihab, :
“Saya tidak pernah mendengar diperbolehkannya dusta yang diucapkan oleh manusia kecuali dalam tiga hal, yaitu; dusta dalam peperangan, dusta untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai, dan dusta suami terhadap isteri atau istri terhadap suami untuk menghindari keburukan (Mukhtashar Shahih Muslim 8/28, karya Muhammad Nashiruddin Al-Albani).

Al Qur’an.51.10
“Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta.”

4. Dari Abu Hurairah, dia berkata,:
Rasulullah telah bersabda, ‘Demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya, dunia ini tidak akan kiamat hingga ada seseorang melewati kuburan saudaranya dan ia tidak mau beranjak pergi dari kuburan itu seraya berkata, ‘Seandainya saja saya yang menempati kuburan yang dihuni oleh pemiliknya ini, ’Di mana hal itu bukan karena hutangnya akan tetapi karena bala dan fitnah (Mukhtashar Shahih Muslim 8/1182-183 karya Muhammad Nashiruddin Al-Albani)

5. Dari Huzaifah bin Usaid Al Ghifari, dia berkata,:
“Pada suatu ketika secara tiba-tiba Rasulullah mendatangi kami yang sedang berbincang-bincang sambil bertanya, ‘Apa yang sedang kalian perbincangkan?’
Para sahabat menjawab, “Kami berbincang-bincang tentang kiamat.”

Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya kiamat tidak akan terjadi hingga kalian akan melihat sepuluh tanda sebelumnya {Rasulullah menyebutkan}; asap, dajjal, makhluk yang melata, munculnya matahari dari Barat, Turunnya Isa bin Maryam, Ya’juj dan Ma’juj, serta tiga gerhana, yaitu Gerhana di timur, Gerhana di barat, dan Gerhana di jazirah Arab. Akhir semuanya itu adalah api yang keluar dari arah Yaman yang menghalau umat manusia ke mahsyar (Mukhtashar Shahih Muslim 8/179, karya Muhammad Nashiruddin Al-Albani)

Al Qur’an.7.187
Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: “Bilakah terjadinya?”. Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi mahluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba”. Mereka
bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Al Qur’an.33.63
“Manusia bertanya kepadamu tentang hari berbangkit. Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang hari berbangkit itu hanya di sisi Allah.” Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi hari berbangkit itu sudah dekat waktunya.”

6. Dari Abu Hurairah, dia berkata,;
Rasulullah bersabda, “Memakan daging semua binatang buas itu hukumnya adalah

Dari Abu Hurairah, dia berkata,’
“Rasulullah melarang untuk memakan semua binatang buas yang bertaring dan semua burung yang berkuku tajam.” .” (Mukhtashar Muslim 6/60, karya Muhammad Nashiruddin Al-Albani)

Al Qur’an. 2.173
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (boleh memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Al Qur’an.5.3
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.”

Al Qur’an.5.87
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”

Al Qur’an.16.115
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka. sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Al Qur’an.6.145
“Katakanlah: “Tidaklah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orng yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai atau darah yang mengalir atau babi – karena sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Al Qur’an.16.116
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.”

Penjelasan tambahan : Melalui ajaran-ajaran hadist, sejak zaman dulu hingga sekarang, kita sudah dibuat dan dibentuk untuk merasa jijik kalau memakan kodok, rajungan, belut atau kepiting -- yang hidup di dua alam. Kita pun akan menghindar sejauhnya dari keinginan untuk memakan burung-burung predator yang berkuku tajam, seperti elang atau alap-alap. Demikian pula, mungkin kita merasa lebih baik menghindari untuk membunuh ular, buaya atau binatang buas lain karena larangannya untuk dimakan.

7. Dari Abu Hurairah, dia berkata,;
“Rasulullah bersabda, “Apabila seseorang diantara kalian berwudhu, maka hendaklah ia memasukkan air ke dalam hidungnya lalu mengeluarkannya kembali. Barangsiapa yang bersuci dengan batu, maka hendaklah dalam jumlah yang ganjil. Apabila seorang di antara kalian bangun tidur, maka hendaklah mencuci tangannya sebelum memasukannya ke dalam air wudhu, karena seseorang itu tidak mengetahui di mana tangannya berada semalam.” (Mukhtashar Shahih Bukhari 1/107, karya Muhammad Nashiruddin Al-Albani)

Al Qur’an.5.6
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkanmu, tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu supaya kamu bersyukur.

8. Dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah, bahwa ia pernah mendengar Abdullah bin Abbas mengatakan, bahwa Umar bin Khatab pernah berkata, sambil duduk di atas mimbar Rasulullah, ‘Sesungguhnya Allah mengutus Muhammad dengan kebenaran, dan Allah pun menurunkan Al Qur’an kepadanya. Di antara ayat yang diturunkan kepada beliau adalah ayat yang menerangkan tentang hukuman rajam. Kami selalu membaca, menjaga, dan memelihara ayat tersebut. Rasulullah telah melaksanakan hukuman rajam tersebut, dan kami pun tetap melaksanakannya sepeninggal beliau.

Aku merasa kuatir suatu saat nanti akan ada seseorang yang berkata, ‘Kami tidak menemukan hukuman rajam dalam kitab Allah.’ Lalu mereka akan menjadi sesat karena meninggalkan salah satu kewajiban yang telah diperintahkan Allah.
Sesungguhnya (dalam Al Qur’an) hukuman rajam pasti untuk orang yang berzina yang sudah menikah, baik lelaki atau perempuannya, jika telah terbukti (berupa kehamilan atau pengakuan).” .” (Mukhtashar Shahih Muslim /116, karya Muhammad Nashiruddin Al-Albani).

Al Qur’an.24.2
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzinah, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.”

Pembahasan : Hukum rajam yang diberlakukan atas orang-orang yang berzina merupakan adaptasi dari hukum Taurat, yang dikoneksikan dengan hukum Injil. Ini bisa dijelaskan dengan argumen sebagai berikut : Dalam Matius ayat 27, Yesus mengutip Hukum Taurat yang tersebut dalam Keluaran 20:14 dan Ulangan 5:18, “Jangan berzina”. Menurut Hukum Taurat dalam Ulangan 22:13-27 dan Imamat 20:10-21, setiap pelaku zina, baik laki2 maupun perempuan, keduanya wajib dilempari batu oleh orang2 sekotanya sampai mati.

9. Dari Abu Hurairah, dia berkata, :
“Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Nabi Ibrahim berkhitan pada usia delapan puluh tahun dengan menggunakan kapak.,” (Muslim 7/97)

Al Qur’an.95.4
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”

Al Qur’an.54.49
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.”

Penjelasan tambahan : Khitan atau yang dikenal dengan sunat merupakan suatu tradisi yang dikembangkan oleh kaum Yahudi dan Kristen (nanti dijelaskan pada bagian berikutnya).

Masih banyak – benar-benar sangat banyak – hadist-hadist yang bertolak-belakang, terinspirasi dari tradisi Yahudi, paganisme, Kristiani, atau yang tidak diatur oleh Al Qur’an. Mungkin akan menimbulkan pertikaian atau perdebatan panjang jika manusia yang mengkritisinya. Tapi yang menolak keberadaan hadist-hadist di atas dan banyak hadist lainnya adalah Al Qur’an sendiri. Penulis tidak berkompeten untuk menafsirkan hal-hal di luar aspek Al Qur’an, sehubungan dengan keberadaan hadist. Menolak adalah hak prerogatif Al Qur’an, hak penulis hanyalah mencatatkannya, dan memberikan hak kepada pembaca untuk menilainya sendiri.

Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Q.S.29.3).

Kalau antum mau lebih jelas lagi, tunggu saja terbitnya e-book “Rekonstruksi Keimanan”. See you around folks. Salam

8 komentar:

  1. ee''lah mas..mas, mbok yo tobat, sampeyan ini belum ada seujung kuku tentang islam, kok brani braninya menabrakkan alquran dengan hadits yang shohih. Apa yang akan anda katakan dihadapan Alloh kelak. Kesalahan orang orang yang mengikukti sampeyan, maka sampeyan juga akan menanggung dosa mereka tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.Naudzubillah summa naudzubillah..

    BalasHapus
  2. Salamun alaikum,
    Pak radien yang terhormat, seujung kuku kebenaran niscaya akan jauh lebih berarti dari kekufuran dan kesesatan yang jumlahnya seisi jagad. Saya, kelak, akan menyampaikan kepada Allah bahwa saya telah menyampaikan kebenaran yang nilainya hanya seujung kuku ke dalam kehidupan duniawi yang sudah terlanjur terisi oleh kekotoran. Hadist shahih? Kasihan sekali kalau anda masih beriman kepada hadist. Sungguh kasihan....
    Andy L. Hilman

    BalasHapus
  3. Tiba-tiba terdampar di blog ini lalu membaca isinya menimbulkan kekaguman pada saya.
    Pasti pemilik blog ini seorang hafizh, orang yang sudah menghapal Al Quran dan menguasai ilmu tafsir. Karena beliau berani mengatakan tidak ada dalam Al Quran masalah keimanan kepada sunnah Nabi lewat hadits2nya, sesuatu yang sangat berbeda dengan tafsir para mufassirin zaman Sahabat hingga zaman khalaf.
    Ilmu tafsirnya bahkan melebihi semua ulama sejak jaman awal islam hingga sekarang sehingga ayat2 ttg "'atiul Rosul..." tidak diartikan sebagai ketaatan pada Rasul.
    Pemilik blog ini berani sekali mengatakan akan mempertanggungjawabkan di hadapan Allah akan tulisannya, itu berarti beliau juga orang yang berani mengatakan dirinya lebih pandai, lebih menguasai, lebih jujur, lebih beriman dibanding para ulama2 tersebut.

    Kekaguman saya tidak berhenti sampai di situ juga. Kemampuannya akan ilmu hadits, menunjukkan beliau adalah ahli hadits melebihi para muhadits jaman salaf sampai jaman sekarang. Beliau penulis ini bisa tahu kelemahan semua hadits2 yang bahkan ulama2 seperti Imam Bukhari dan Imam Muslim pun tidak mampu melihat kelemahan2 hadits2 tersebut. Bahkan, saya yang dhoif ini, bisa2 menyangka, bahwa penulis blog ini punya kemampuan yang luar biasa sehingga orang2 dahulu, mulai dari para sahabat, ketika merangkum hadits nabi, lalu diteruskan ke pada tabiin lalu tabiut tabiin hingga sampai pada imam2 hadits, semua orang2 itu telah melakukan kesalahan besar dalam merangkum hadits. Itu menunjukkan sang penulis telah menganggap salah satu dari generasi2 penerus hadits itu secara total bersekongkol membuat hadits itu diimani padahal sebelumnya tidak. Sebagai contoh, ini berdasarkan apa saya tangkap dari tulisan penulis blog, bahwa bisa jadi para sahabat itu tidak ada yang mengimani hadits (saya tidak berani mengatakan penulis blog ini merasa lebih pintar dari sahabat sehingga saya mengandaikan - mengikuti cara pikir beliau - sahabat itu imannya masih murni yaitu tidak mengikuti hadits), lalu di jaman tabiin, semua tabiin bersama2 melakukan kedustaan menyebarkan hadits2 yang akhirnya sampai di jaman berikutnya dan berikutnya sehingga akhirnya sampai di jaman kita. Atau bisa jadi zaman sahabat dan tabiin hadits tidak diimani (karena islam masih murni) tapi nanti di jaman selanjutnya secara serempak orang2 berdusta sehingga hadits akhirnya diterima sebagai salah satu hukum penting dalam Islam.
    Sungguh luar biasa penulis ini, dia bisa mengetahui itu semua di jaman ini. Luar biasa. Ternyata ada jaman di mana seluruh orang di generasi itu pembohong!

    Dan keluarbiasaan itu belum berakhir. Penulis blog ini juga mempunyai akal yang sempurna dan yang bisa menimbang yang baik dan yang buruk tanpa pernah melakukan kesalahan dalam melakukan pemikiran. Sehingga dengan akal pikirannya dia bisa langsung mengetahui mana hadits yang lucu dan mana hadits yang tidak bisa diterima. Luar biasa bukan? Akalnyalah yang menentukan kebenaran suatu hadits apakah sejalan dengan Al Quran bukan karena hadits itu sohih atau tidak.
    Untungnya mimpi Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya itu dijelaskan secara lengkap dalam Al Quran berikut hikmahnya. Kalau hanya mimpinya saja yang dia cerita, maka dia si penulis blog ini pasti langsung membantah mimpi itu sebagai wahyu Allah karena tidak masuk dalam akal beliau.

    Saya yang dhoif ini tidak punya apa2 lagi kecuali kekaguman yang tiada henti pada sang penulis blog ini.

    Saya hanya ingat satu hadits dari Rasulullah ttg salah satu kelompok sesat akan muncul di masa2 setelah masa Rasulullah, yaitu orang yang hanya menggunakan Al Quran sebagai hukum dan tidak mau menerima hadits.

    Tapi penulis blog ini pasti sudah pernah membaca hadits itu, beliau kan ahli hadits, dan juga pasti tahu kelemahan hadits itu sehingga penulis blog ini pasti tidak takut akan ancaman hadits itu bahwa nerakalah tempat para inkarussunnah.

    Wallahu 'alam.
    Ibu Sapana

    BalasHapus
  4. Terima kasih Bapak Ibnu yang sangat saya hormati. Saya tidak akan mengomentari lebih lanjut segala apa yang sudah bapak tulis diblog ini. Saya cuma berharap semoga Bapak bisa menyerap secara sempurna dengan akal pikirannya yang cerdas (sebagaimana Allah dalam Al Qur’an yang meminta kita agar memaknai segala sesuatunya dengan “akal”).

    Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku
    menjadikan Al Qur'an ini suatu yang tidak diacuhkan". (Q.S.25.30)

    Kenalkah pembaca dengan pribadi pengeluh tadi. Yang kesedihannya saja mampu membuat seluruh malaikat menangis dan alam raya menjadi berduka karenanya? Siapakah yang berani membuatnya merintih. Yang dengan hanya meminta kesediaan Kekasihnya saja ia bisa membuat dunia menjadi kiamat seketika? Apa yang dia bela dengan mempertaruhkan seluruh hidupnya, padahal yang dengan itu ia malah mengalami penderitaan yang sangat panjang. Siapakah manusia pengeluh yang istimewa itu. Yang kalau saja dia mau maka seluruh dunia beserta penghuninya mampu bertekuk lutut di hadapannya?

    Dia bukan siapa-siapa. Dia hanyalah seorang manusia biasa, yang kehadirannya di muka bumi ini banyak yang tidak menghendakinya. Dia ditolak dimana-mana, dan dia terus dihinakan oleh sebagian besar orang yang mengaku dirinya sebagai mahluk-mahluk yang mencintainya – bahkan lama setelah ketiadaannya. Dia dikucilkan bagaikan seorang berpenyakit kusta, dan dia dihianati oleh manusia-manusia bodoh yang tidak mengenal akan dirinya. Di akhir kehidupannya, manusia jujur itu lalu dikebumikan oleh kedustaan dan kepalsuan sepanjang masa.

    Siapakah sosok misterius itu, yang eksistensi kehidupannya menjadi kutub magnet dunia – bahkan menjadi pusatnya bumi. Dan yang dalam kebisuannya saja menjadikan dunia dipenuhi oleh suaranya? Hanya dia seorang yang mau memenjarakan hidupnya dalam kenestapaan tak terperi. Tidak ada manusia lain yang secara sukarela mau menenggelamkan hidupnya, hanya demi menjalankan sebuah misi kehidupan yang nyaris sia-sia.

    Siapakah dia, yang dengan sujud dan simpuhnya mampu mengundang kehadiran Sang Rabb Pencipta Alam, dan yang dengan kidung sunyinya bisa menyelamatkan dunia dari kegelapan serta keruntuhan.

    Dialah manusia hening yang menghingar-bingarkan alam raya, dengan suara-suara tak sedap. Dialah manusia yang penuh kesenyapan, yang dengan diamnya ternyata tak mampu membungkam kehidupan. Dia bernama Muhammad


    ********************

    Kita membicarakan sebuah spirit atau ruh agung, yang keberadaannya terasingkan dari dunia, tetapi bukan diasingkan oleh dunia. Dan kita akan memandang sebuah wajah yang mampu mengalahkan kecemerlangan sejuta kerlip bintang. Bukan dikarenakan oleh ketampanannya, melainkan dari keelokan pekertinya – yang menjadi panutan seluruh alam semesta.

    “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Q.S.33.21)

    Kemanakah orang-orang pembuat sejarah tentang revolusi Che Guevara, yang dipuja-puji oleh banyak pihak? Datangkanlah mereka ke hadapan Muhammad, manusia pengusung revolusi kebenaran dan keadilan – dalam kesempurnaan wujud manusia. Demikian yang dipesankan Allah Pancipta Alam Semesta.

    Dan dimanakah manusia-manusia yang selama ini membuat sejarah tentang Muhammad, yang kata-katanya begitu kering, kaku dan nyaris tak bernyawa. Padahal sosok yang ditulisnya itu seorang pahlawan yang menyelamatkan umat manusia dari kebinasaan, dan dia adalah alasan bagi diciptakannya dunia beserta seisinya. Apakah mereka kehabisan kata-kata untuk memaknai perjuangannya, ataukah mereka sudah kehilangan inspirasi untuk meraih idealisasinya? (BERSAMBUNG)

    BalasHapus
  5. Sama halnya dengan para pecinta dan pemuja Muhammad yang bertebaran di muka bumi, para penulis sejarah Rasulullah terkena sindrom persepsi. Mereka semua dibiaskan oleh opini-opini yang dikembangkan melalui kebencian membabi-buta. Pelakunya adalah orang-orang yang memujanya, namun sekaligus yang menikamnya juga dari belakang. Itulah realitas misterius Muhammad, seorang Nabi dan Rasul yang sangat dicintai umatnya, namun sekaligus dihinakan eksistensinya. Jarang ada yang mengetahui kalau sejarah Muhammad adalah sejarah yang berisi kebencian, dendam, intrik, penghianatan dan kepalsuan-kepalsuan.

    Rasul itu berdo`a: "Ya Tuhanku, tolonglah aku karena mereka mendustakanku." (Q.S.23.39).

    Tak ada yang mendengar, apalagi mempedulikan jeritan yang menyayat kalbu itu, karena Muhammad berteriak dalam hening. Ia melolong sakit dalam kehampaan ruang udara, sehingga hanya semesta raya yang mampu meresponnya. Perhatikanlah Kata-Kata penghibur dari Allah,:

    “Allah berfirman: “Dalam sedikit waktu lagi pasti mereka akan menjadi orang-orang yang menyesal.” (Q.S.23.40).

    “Maka dimusnahkanlah mereka oleh suara yang mengguntur dengan hak dan Kami jadikan mereka (sebagai) sampah banjir, maka kebinasaanlah orang-orang yang zalim itu.” (Q.S.23.41).

    “Kemudian Kami ciptakan sesudah mereka umat-umat yang lain.” (Q.S.23.42).

    Jiwa Muhammad bukanlah terangkai atas angkara murka, dan tidak juga nafsu. Ia tidak suka dengan kebinasaan, dan oleh karenanya ia pun menolak “tawaran” simpatik Allah untuk mengganti umatnya yang sangat menyebalkan itu dengan umat-umat lain yang kualitasnya jauh lebih baik.. Tidak ada keinginannya untuk menggantikan umat yang sangat dicintainya itu. Yang hingga di detik-detik hayatnya pun ia tetap memikirkan keberadaan umatnya, di mana dalam dekapan Ali bin Abi Thalib beliau masih sempat menyatakan kecemasannya, “umatku, umatku….,” Sebelum akhirnya sang raga melepas kepergian ruh sucinya.

    Adakah kerupawanan jiwa lainnya yang mampu menyaingi keelokan akhlak semulia itu? Masihkah ada yang berani menyatakan kenal dengan Muhammad, kalau orang bersangkutan tidak mengetahui kalau kecintaan Muhammad kepada umatnya itu dibawa hingga ke akhir hayat?

    BalasHapus
  6. Masihkah ada yang berani menyatakan kenal dengan Muhammad kalau ia tidak mengetahui kebungkamannya, ketika beliau menolak tawaran Allah untuk menggantikan umatnya dengan umat yang baru – dan yang jauh lebih patuh?

    Tidak, tak ada yang mengetahui secara pasti sosok yang misterius itu. Semua mitos yang berbicara tentang dirinya adalah bohong belaka. Segala riwayat yang berhubungan dengan dirinya hanyalah kisah rekaan saja, imajinatif, yang cuma bisa meraba-raba. Dalam kegelapan.

    Muhammad adalah pribadi yang hening, yang kata-katanya bening laksana embun pagi. Ia tak banyak bicara, karena udara dari napasnya yang semerbak akan membuat surga hilang keharumannya. Muhammad sangat jauh berbeda dengan nabi Isa, yang jeritan serta lengkingannya ketika sedang disalib sangat jelas terdengar di udara bebas, dan sangat nyata:

    “Eloy, eloy, lama sabakhtani.,”-- Tuhanku, Tuhanku, mengapa Engkau tinggalkan aku? (Markus 15.34).

    Nuansanya seperti ada nada penyesalan dan kesan yang menyalahkan – meskipun tidak seperti itu pastinya.

    BalasHapus
  7. Keluhan Rasulullah dalam ayat Al Mukminun ayat 39 tadi “Ditulis” sendiri oleh Allah, yakni untuk memberi tahu umat Muhammad bahwa Rasul-Nya itu telah membuat suatu keputusan yang sangat heroik dan luhur -- suatu hal yang tidak mampu dilakukan oleh Musa :

    “Musa berkata: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir`aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan kami akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksan yang pedih." (Q.S.10.88).

    Atau nabi-nabi yang lain, :

    “Dan (telah Kami binasakan) kaum Nuh tatkala mereka mendustakan rasul-rasul. Kami tenggelamkan mereka dan Kami jadikan (cerita) mereka itu pelajaran bagi manusia. Dan Kami telah menyediakan bagi orang-orang zalim azab yang pedih,” (Q.S.25.37).

    “dan (Kami binasakan) kaum `Aad dan Tsamud dan penduduk Rass dan banyak (lagi) generasi-generasi di antara kaum-kaum tersebut.” (Q.S.25.38).

    “Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang (Yunus) yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdo'a sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya)” (Q.S.68.48).

    “Maka mereka mendustakan Hud, lalu Kami binasakan mereka. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman.”(Q.S.26.139).

    “Kemudian Kami binasakan yang lain.” (Q.S.26.172).

    Muhammad bungkan seribu basa. Tak ada yang keluar satu patah pun kata dari mulutnya yang suci. Dia hanya bisa melengking dalam diam. Dan karenanya, untuk menunjukkan respek dan kekaguman kepada Muhammad, Allah memerintahkan Malaikat dan seluruh alam semesta untuk bershalawat kepadanya.

    “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Q.S.33.56)

    “Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.” (Q.S.33.57)

    Kepiluan Rasulullah bukanlah kepiluan yang didramatisir dan membutuhkan pelepasan. Karena kepedihan itu hanya berasal dari ketidakmampuan umatnya untuk sekedar bisa mengenalnya dan kemudian memahaminya. Tidak ada penyesalan dalam dirinya yang suci, dan tidak ada dendam dalam kalbunya yang lembut -- meskipun cintanya bertepuk sebelah tangan. Muhammad terlalu mencintai umatnya, sehingga ketika ia tidak mampu lagi mengekspresikan rasa pedihnya, ia pun menjerit, dengan lengkingan yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. Namun Allah Maha Mendengar, dan bisa memahami kegelisahannya. Tapi Yang Maha Bijaksana sudah mengetahui jawaban dari wujud ruh kesempurnaan yang Ia ciptakan sendiri.

    Manusia pendiam itu berduka, karena umat yang dicintainya menginterpretasikan dirinya sebagai orang yang nyinyir, cerewet dan banyak bicara. Dia semakin terdiam begitu mengetahui kalau ada sekitar 600.000 ucapannya yang dicatat umatnya. Alangkah bahagianya Muhammad seandainya saja hal itu benar-benar terjadi, bahwa catatan tersebut menunjukkan bukti kecintaan umat kepada dirinya. Tapi itu tidak pernah terjadi, karena sesungguhnyalah, Muhammad adalah pribadi yang hening, dan “bahasanya” jauh berbeda dengan bahasa umatnya. Tidak aneh, kalau pada kenyataannya sang umat tidak mampu mengenalinya.

    “Ataukah mereka tidak mengenal rasul mereka, karena itu mereka memungkirinya?” (Q.S.23.69)

    Mengingat :

    “Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (Q.S.53.4).

    (Mengenai generasi penuh kebohongan dijelaskan secara tuntas di buku “Rekonstruksi Keimanan”. Dan yang “berkata-kata” tentang semua itu adalah Al Qur’an, bukan saya)
    SEMOGA MAMPU MENJELASKAN SEGALA SESUATUNYA KEPADA BAPAK IBNU

    BalasHapus
  8. Antum mengutip Markus 15:34 "Eloy, eloy, lama sabakhtani"
    Apa benar nabi Isa yang mengucapkan itu?

    "padahal mereka tidak menyalibnya, tetapi yang diserupakan dengan Isa bagi mereka"
    Kesimpulan: Nabi Isa tidak pernah disalib, maka bukan ia yang meneriakkan "eloy ..."

    Rekontruksi keimanan yang parah, menolak hadits dan menolak ayat Al-Quran juga karena belum hafal.

    Ga punya malu, berbuatlah sesukamu (kutipan hadits)

    Dan antum adalah makhluk yang paling banyak membantah (18:54)

    BalasHapus